Kalau suatu saat aku putuskan untuk berangkat,
mendaki puncak gunung tinggi,
menembus belantara hutan lebat,
atau menelusuri pantai sepi
maka, aku hanya sedang mencoba menemukan sesuatu
yang mampu menghadirkan ingatan kepadamu
dan bisa kujadikan alasan
rindu.
Monday, April 02, 2007
sampah
Ini terjadi di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Teman-teman dari salah satu organisasi Pecinta Alam bermaksud mendaki gunung Semeru. Di awal perjalanan, petugas dari PHPA (Perlindungan Hutan Pelestarian Alam) di pos Jagawana sudah mengingatkan agar menjaga kebersihan di dalam kawasan Taman Nasional. Selesai dengar formalitas urusan administrasi, rombongan pun memulai perjalanan.
Sepanjang perjalanan selalu ditemui papan petunjuk arah yang disertai dengan peringatan untuk menjaga kebersihan. Bentuknya bermacam-macam, ada yang terbuat dari seng, ada juga yang berupa papan kayu. Uniknya, ada beberapa papan peringatan atau papan petunjuk jalan yang dibuat oleh organisasi-organisasi di luar instansi Departemen Kehutanan. Ini ditandai dengan label nama dari organisasi yang besangkutan. Misalnya saja seperti ini:
Iya, jadi peringatannya kecil saja, sedangkan identitasnya besar. Entah apa maksudnya. Ada juga papan-papan petunjuk yang mungkin maksudnya membantu, tapi terkadang malah bikin frustasi semacam ini:
Papan petunjuk itu memang membantu, tapi sebatas menunjukkan arah saja. Sedangkan tulisan 20 km-nya membuat yang membaca jadi agak frustasi. "Wah, 20 km!? Jauh amat sih, perasaan jalan udah jauh," biasanya seperti itu gerutuan yang keluar.
Perjalanan lancar saja. Semua berhasil menjejakkan kaki di puncak Semeru. Tak lupa, sesuai petunjuk dan himbauan, semua sampah dibawa, tidak ditinggalkan, apalagi dibuang di sembarang tempat. Ketika tiba Ranu Kumbolo, rombongan membuka tenda dekat dengan pondok yang ada di sana. Tak jauh dari situ, ada sebuah bak sampah yang terbuat dari tembok bata. Cukup besar ukurannya, dan tampak sedang digunakan untuk membakar sampah di sana.
Karena sampah yang dibawa rombongan cukup banyak, kurang lebih satu karung yang dibawa menggunakan trashbag besar ukuran 50 cm x 100 cm, maka rombongan memutuskan untuk membakar saja sampah-sampah itu di sana. Maksudnya supaya praktis saja, toh mereka tidak mengotori Taman Nasional. Lagi pula, tempat sampah besar itu tampaknya disediakan oleh pihak Taman Nasional. Selesai? Ternyata tidak. Saat tiba kembali di pos jagawana, petugas menanyakan sampah-sampah milik rombongan. "Lho, sudah dibakar, Pak. Di Bak sampah besar yang ada di Ranu Kumbolo," jawab seorang anggota rombongan.
"Tidak ada tempat sampah di sana," jawab petugas.
"Ada pak. Kami tidak membuang sampah sembarangan. Bahkan di sepanjang jalan pun, kami memungut sampah yang berserakan. Memang tidak kami bawa ke sini, karena di Ranu Kumbolo sudah ada bak sampah yang bisa dipakai. "
Tapi petugas tak percaya. Dia tetap menganggap bahwa rombongan meninggalkan sampah-sampah di atas gunung, dan tidak mengikuti anjuran agar sampah tidak dibuang sembarangan. Dia bahkan mengancam rombongan untuk dipaksa kembali naik ke atas gunung dan membawa turun sampah-sampah yang ditinggalkan.
Setelah berunding sebentar, rombongan memutuskan untuk mengumpulkan sampah-sampah yang ada di sekitar pos jagawana. Juga botol-botol air mineral yang ada di dalam ransel, dikeluarkan. Isinya diminum, glegek-glegek, lalu botolnya dikumpulkan dalam trashbag. Lima menit kemudian, trashbag itu terlihat menggembung. Lalu diserahkan kepada petugas. Selamat? Iya, ternyata itu bisa dilakukan, walaupun petugas juga tahu bahwa sampah-sampah tadi adalah hasil pengumpulan di sekitar pos. Dan petugaspun tidak lagi galak seperti sebelumnya, dia sepertinya merasa sudah menjalankan tugasnya dengan baik: meminta sampah pada rombongan pendaki yang turun. Setelah sampah sudah diterima (dari mana pun asalnya) maka habislah perkara, para pendaki akan dipersilahkan lewat.
Itu tadi kasus di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Berbeda lagi kalau kita pergi ke tempat fasilitas umum, terlebih obyek wisata semacam Kebun Binatang atau Taman Hiburan seperti Taman Mini Indonesia Indah maupun Taman Impian Jaya Ancol. Di tempat seperti itu, selalu ditemui anjuran untuk memelihara atau menjaga kebersihan. Peringatan berupa gambar tempel atau tulisan di atas papan berisi himbauan "Jagalah Kebersihan" atau "Buanglah Sampah Pada Tempatnya" akan sering kita jumpai, berdampingan dengan bak atau tempat sampah.
Namun berdasarkan pengalaman, jika kita tak menindahkan anjuran atau himbauan itu, tidak akan ada sanksi hukum, meskipun (di wilayah DKI Jakarta) undang-undang yang mengatur soal membuang sampah sudah ada. Dan ancaman bagi pelanggar Perda no. 1 Tahun 2005 itu cukup menyeramkan, karena bisa dihukum kurungan maksimal empat bulan penjara, atau denda hingga 50 juta rupiah. Tapi jarang sekali sanksi itu ditegakkan. Paling-paling kalau Anda membuang sampah sembarangan, hanya akan ada orang yang memandang sinis, atau memungut sampah yang Anda buang tadi untuk diletakkan di tempat sampah.
Satu pertanyaan terselip, "Apakah interaksi orang Indonesia dengan peraturan hanya sebatas pada tahap pembuatannya saja, dan tidak sampai pada implementasi penegakkan aturan tersebut?" Postingan ini tidak bermaksud menunjuk pihak mana yang kurang disiplin. Ini hanya renungan saja. Mungkin perlu perumusan peraturan yang lebih baik dan sesuai dengan karakteristik orang Indonesia sendiri.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
7 comments:
ya..sepakat, membuang sampah itu karakter bangsa. seperti halnya berlalu lintas atau toilet umum. kalau masih belum bisa, maka bangsa kita akan seperti ini terus..(baca: berkembang terus)
*katanya ga jalan lagi??
kemakmuran dan pendidikan membuat orang bisa menyempatkan untuk mengurus hal2 di luar masalah perut, termasuk kultur dan budaya.
btw, itu fotonya keren banget membuat antene potograper naik tinggi.... salam.
om artja...potonya keyen pisan euy....
kebiasan buang sampah harus dimulai dari diri sendiri...
menanamkan disiplin sejak dini dan memberi contoh akan lebih baik dari pada menempel papan pengumuman yg malah membuat kotor saja....
sepakat dengan mbak nila, mulai dari diri sendiri..jadi meski pemerintah bikin uu, tapi kan gak bisa ngawasin satu satu yg ngelanggar. Balik lagi kita serahin ke diri sndr, pengen berubah gak utk jadi disiplin,tertib ??
Idem. hal itu, tindakan yang membutuhkan pengorbanan sekecil apapun, memqang harus dimulai dari sendiri.
tapi sebagian besar orang di negeri ini masih nggak peduli pada sampah sendiri.
harus ada penegak hukum yg 'maksa' dulu br jalan kali ya...kebiasaan dr jadul..moga bisa ilang
Aneh juga ya,..masih banyak orang yang buang sampah seenaknya paling kesel sekali kalo liat yang buang sampah yang pake kendaraan yang murah juga tidak, ke jalan....
Dan memang kebiasaan buang sampah pada tempatnya harus dimulai dari diri sendiri dan juga mengingatkan orang lian untuk buang sampah pada tempatnya
kerja-beasiswa.blogspot.com
Post a Comment