Wednesday, October 31, 2007

Kok dikit banget?

Di kantor ada OB baru. Lulusan SLTA. Tugasnya jelas, bersih-bersih dan bagian pantry. Maka dia tiap pagi membuatkan minuman seluruh karyawan (termasuk kopi buatku).

Dia, sebut saja OB tiga, tinggal di wilayah Jakarta Selatan. Setiap hari dia harus berangkat ke kantor dengan menempuh perjalanan cukup jauh. Ongkos dari rumah ke kantor (pergi-pulang) sekitar Rp. 10.000.

Coba kita hitung sedikit. Misalkan dia tidak merokok, sarapan pagi di rumah, serta idak doyan ngemil. Untuk makan siang di warteg dengan menu telur, tempe dan tahu, ia setiap hari menghabiskan Rp. 5.000. Maka total uang yang harus dikeluarkan setiap harinya adalah Rp. 15.000. Padahal, setelah dapet bocoran dari anak HRD, katanya gajinya Rp. 950.000. Kalau dalam sebulan dhitung ada 25 hari kerja, berarti setelah di-breakdown per hari, gainya menjadi Rp. 38.000 per hari.

Hitung punya hitung, sisa uangnya setiap hari menjadi Rp 38.000 - Rp 15.000 = Rp. 23.000.

Ya Ampun.... Kok dikit banget?

Apa jadinya kalau dia punya keluarga yang harus ditanggung? Katakanlah ia punya seorang isteri dan dua anak yang masih kecil dan butuh konsumsi gizi tinggi selama masa pertumbuhannya, maka uang Rp. 23.00 per hari tadi pasti terasa sangat kurang. Anda bisa nggak, menghidupi keluarga dengan angota berjumlah empat orang, dengan uang Rp. 23.000 setiap harinya?

OB tiga ini, untungnya punya motor (nggak tau itu motor sudah milik sendiri atau masih cicilan). Maka konsumsi ongkos Rp 10.000 per hari masih bisa ditekan. Tapi tetap saja sisa uangnya masih belum bisa mengantarnya menuju hidup yang agak sedikit layak.

Padahal di Jakarta ini, banyak lho, yang dari hasil bunga depositonya di bank saja, memperoleh uang lebih dari seratus juta setiap bulannya. Lha... kalau dibandingkan dengan OB tiga ini, kan jauh banget. Salah si OB tiga, atau salah si orang kaya? Nggak tahu deh. Tapi jelas, saya harus bersyukur karena tidak berada di kedua posisi itu.

Tuesday, October 30, 2007

Teman masa kecil

Sewaktu masih di TK,saya punya teman yang juga tetangga saya. Namanya sebut saja Yayuk. Iya, perempuan. Tiap berangkat sekolah, kami selalu bareng. Begitu juga saat pulang sekolah. Bekal makanan yang kami bawa juga hampir serupa. Biasanya berupa kue yang dibeli dari penjual keliling yang seringlewat di depan rumah setiap paginya.

Waktu itu, letak sekolah kami cukup jauh. Sehingga keluarga kami berdua memutuskan untuk "langganan" becak yang bertugas sebagai kendaraan antar-jemput. (saat itu Jakarta belum bebas becak, dan trend mobil antar-jemput anak sekolah belum ada). Maka setiap hari, aku dan yayuk selalu naik becak berdua saja, pergi dan pulang. Bukan itu saja, yayuk ini memang teman mainku sejak kecil. Selisih hari kelahiran kami juga tidak jauh. Makanya, sejak bayi sudah sering becanda. (tapi saya lupa, apa saja obrolan kami saat masih bayi). Ke mana-mana, pasti berdua. Mencari melinjo di bawah pohon dekat rumah, pergi mengaji di malam hari di rumah kang Uban, atau mandi hujan kalau sore-sore turun hujan. Pokoknya berdua terus.

Tapi kebersamaan kami itu tidak lama, karena keluarga kami kemudian pindah. Pemda DKI memutuskan menggusur tempat tinggal kami saat itu. Keluargaku pindah ke Pondok Gede, keluarga Yayuk pindah ke Tangerang. Waktu itu masih sekolah di TK. Maka aku melanjutkan sekolah di TK Angkasa VIII, dan yayuk... aku nggak tahu dia sekolah di mana.

Setelah itu, lama kami nggak bertemu. Sempat bertemu di tahun 1991, saat kami sudah kuliah. Dia dan keluarganya datang saat kakak pertamaku menikah. Wah, ternyata dia cantik juga (huehhe...) . Walaupun lama nggak ketemu, (12 tahun lebih), tapi sepertinya kami baru berpisah satu hari. Obrolan kami begitu cair dan akrab. Saling goda dan becanda seperti setiap hari bertemu saja. Tentu saja ini mengherankan, sebab kami sudah nggak ketemu selama 12 tahun, loh.

Setelah itu, lama nggak ketemu juga. Sampai beberapa hari yang lalu, aku bertemu dengannya lagi. Wah, masih cantik juga. Kami ngobrol lama. Sampai dia curhat tentang beberapa kisah asmaranyayang gagal... wah, kasian juga. Aku cuma bisa kasih support dan berusaha meyakinkan dia bahwa Allah pasti memberi yang terbaik buat hambaNya yang ikhlas dalam ibadah kepadaNya. Soal jodoh, mungkin aja Allah sudah menyiapkan, hanya saja belum saatnya untuk bertemu.

Tiba-tiba jadi inget lagunya letto: ingatkah kau kepada... embun pagi bersahaja. yang menemanimu... sebelum cahaya.... (wah, kok tiba-tiba saya jadi Ge-eR gini... emang saya embunnya yayuk? Huehehe... Emang siy, dulu waktu kecil dan belum jadi orang, kita selalu berdua, dan aku sering menemani dia)
Buat yayuk, selamat berjuang, jangan putus asa. Gw doain deh, supaya sukses.

Monday, October 22, 2007

1 Syawal 1428 H

hari ini, Kekasih
aku ingin berjalan denganmu
berdua saja. Kau
beserta seluruh kepasrahanku.
tangan bergandengan, jalan bersisian.
menyusuri rindu walaupun tubuh kusam debu

aku memang tak pernah tahu,
adakah pintu di ujung jalan ini telah terbuka.
ataukah aku sedang bermimpi
menghabiskan kelam ini sendiri.
tapi ada satu hal yang nyata
: aku bahagia

hari ini, Kekasih
dan semoga hari-hari selanjutnya.

Wednesday, October 10, 2007

Idul Fitri



Monday, October 08, 2007

Prison Break

Pernah liat Prison Break? Di Indonesia, akhirnya serial ini diputar juga. Coba saja lihat ANTV tiap Jumat jam sembilan malam. Ceritanya seru (saya ingin tahu proses penggarapan skenarionya, ada yang tahu?), dan di negara asalnya, serial ini sudah ditayangkan beberapa musim.

Nah, yang sedang diputar di ANTV ini merupakan musim tayang pertama. Ini, tentu saja, sangat memanjakan penonton Indonesia yang sudah lama tidak disuguhi film serial bermutu. Tahun 2004 (atau 2003?) yang lalu, memang SCTV sempat memutar serial 24. Namun hanya musim pertamanya saja. Setelah itu, televisi siaran nasional di Indonesia lebih memilh memutar film-film non-serial, atau malah sinetron!

Thursday, October 04, 2007

Buka Bareng Di Kantor

Hari ini big boss ngajak buka puasa bersama. Sebenarnya itu keinginan isteri beliau: mengajak beberapa karyawan makan-makan sebagai wujud kepedulian terhadap bawahan.

Saya sih, senang-senang aja. Masalahnya cuma satu: acaranya di rumah big bos (bukan di resto atau kafe mana, gitu) dan akan dihadiri kelompok pengajian ibu-ibu milik isteri big bos. Acaranya juga akan berlanjut hingga taraweh dan ceramah Ramadhan. Saya juga diminta mengajak isteri saya. Begitu juga karyawan lainnya, diminta untuk mengajak isteri/suami mereka.

Sebenarnya mau aja ikutan acara kayak gini. Tapi, rumah boss itu jauh dari rumah saya di Serpong. Setiap hari aja, saya ke kantor pake KRL praktis dan nggak capek). Nah, jadwal KRL sejak beberapa lalu mengalami perubahan. Dahulu, ke Serpong dari stasiun Manggarai, jam delapan malem juga masih ada. Tapi saat ini, jadwal terakhir KRL ke Serpong dari Manggarai itu pukul 18.17.

Artinya, kalau ikut acara buka bareng sampe taraweh yang saya perkirakaan hingga setengah sembilan malam, maka saya nggak akan bisa pulang naik KRL dari Manggarai. Alternatifnya, harus ke Tn. Abang (bukan Tuan Abang, tapi Tanah Abang). Padahal, jadwal KRL terakhir dari Tn. Abang menuju Serpong adalah pukul 20.15. Nah lho...

Saya udah pernah coba, dari kantor ke stasiun Tanah Abang menggunakan ojek, paling cepat membutuhkan waktu 30 menit!!! Maka, paling telat, saya harus sudah ada di atas jok ojek pukul 19.45. Nggak bisa ditawar-tawar lagi. Itu pun sudah campur lari sehat di tangga stasiun Tn. Abang.

Wah, kok ribet, ya. Saya mau coba aja untuk tidak ikut acara buka bareng ini.
Soal makanan enak, di rumah juga enak, kok. Apalagi makannya berdua sama isteri tercinta... Huehehe...

Wednesday, October 03, 2007

Serabi Solo

Pas puasa hari keberapa gitu, saya sempat kepengen banget buka puasa pake serabi solo. Ada memang, kios serabi solo yang dijual di pasar dekat rumah. Serabi ini punya merek dengan nama yang "jawa banget" dan -katanya- lumayan terkenal di Jakarta. Entah setan mana yang nggak sopan dan menggoda saya dengan melambai-lambaikan serabi di angan-angan saya.

Karena lokasi jualannya yang nggak jauh, maka saya merencanakan pergi ke sana menjelang maghrib. Itung-itung ngabuburit bareng isteri sambil jalan-jalan santai di lngkngan perumahan. Lagipula, siang itu isteri saya belum pulang.

Ketika isteri saya sudah pulang, saya mengajaknya. Ternyata dia setuju (nggak ada pilihan lain, ya?) Tapi dia minta waktu untuk mandi. Oke. Ternyata kamar mandi sedang dipakai bapak saya. Udah gitu pakenya cukup lama juga. Maka, ketika isteri saya mendapat giliran, jam digital di televisi sudah menunjukkan 20 menit menjelang maghrib. Walah..... Tapi karena sudah penasaran dengan serabi solo, kami berdua tetap berangkat. Nggak ada JJS atau ngabuburit. Target utama: serabi. Diusahakan secepatnya mencapai target dengan mengabaikan berbagai godaan yang mungkin timbul di tengah jalan.

Sampai di kios serabi: ternyata sudah habis-habisan. Hanya tersisa TIGA serabi rasa klasik! Okelah, daripada kepikiran nggak bisa tidur, yang tiga itu saya ambil juga. Tepat setelah saay keluar kios, adzan maghrib terdengar. Waduh, batal pake apa, ini?

Setelah bingung milih dari sekian banyak warung tenda yang ada (sepi, nggak banyak yang buka puasa di sini), kami putuskan buka di nasi goreng kambing. Pesan dua porsi, buat saya dan bapak saya, karena isteri nggak bisa buka dengan langsung makan makanan besar gitu. Sambil menunggu, kami pesan teh hangat. Ternyata yang datang teh panas. Isteri saya segera memesan air dalam kemasan botol dingin. Maka ada tiga porsi minuman. Tiga serabi segera berpindah ke dalam perut kami. Tak ada sisa.

Sampai di rumah, ternyata nasi goreng kambingnya nggak enak. Nasinya masih keras, hampir nggak ada beda dengan beras. Waduh, nggak berani makan dong. Paling nyomotin daging kambingnya aja.

Secara di rumah nggak ada orang, maka nggak ada makanan buat buka puasa sesi kedua. Belum ada hidangan makan malam. Padahal, tadi cuma buka dengan tiga serabi berdua dan beberapa seruput teh panas. Rupanya, puasa memang mengajarkan kita agar tak mudah larut dalam godaan, biarpun itu serabi solo sekalipun.