Kamis, 26 September 1999
Aku baru saja tiba dari Malang, ketika pa'e (Pak Ewok) menantangku, "Berani ke Argopuro, Bluk?" yang langsung kujawab "Siapa takut!"
Aku spontan saja menjawab, tapi aku agak kaget juga, sebab ternyata yang berangkat adalah angkatan TB. Semua belum pernah ke Argopuro, termasuk aku.
Setelah ada kepastian jumlah personil dan waktu keberangkatan, aku mulai menghitung kekuatan pasukan. Tim inti hanya terdiri dari tiga orang angkatan TB. Cewek semuanya (wah) : Wied, Yeni, dan Elist. Ketiganya cakep-cakep, tapi mudah-mudahan otaknya juga cakep. Aku yang berasal dari angkatan PR, terpilih sebagai pendamping. Maka jumlah personil yang berangkat menjadi empat orang. Kenthung bilang, " Kebluk , Loe jadi raja minyak, ya? Yang tiga ini dayang-sayang atau selir?" Weeks. Anak TB lainnya (semua ada 12 orang) ke mana ya?
Lalu aku mendatangi mereka yang sedang berdiskusi di teras belakang dekat kebun Astacala. Lokasi ini memang ideal untuk rapat: asri, segar, angin sepoi-sepoi, dan terutama dekat dengan kantin. Kalau butuh jus alpukat atau batagor, tinggal pesan aja sama pelayan kantin yang sedang mondar-mandir ngambilin piring/gelas di gedung I ini.
Ternyata mereka sudah punya daftar panjang logistik yang akan dibeli (pake list standar Astacala atau bikin ndiri tuh?). Aku baca-baca sebentar sebelum mengajukan usul agar beberapa item ditambahkan ke dalam daftar. Termasuk tuna pedas kalengan dari Ayam Brand. Belanjanya besok. Aku nggak mau ikut belanja. Tau beres aja. Lagipula aku mau ke Geologi (dulu bernama Direktorat Geologi, sekarang Badan Geologi, Departemen ESDM, di Jl. Diponegoro), mengambil peta Klakah yang kemarin sudah dipesan.
Aku sempat membaca sorot mata keraguan di mata charlie's angel ini (atau three stooges?) Kuanggap wajar saja, sebab aku kenal mereka baru beberapa hari saja. Aku kan nggak ikut ke lapangan sewaktu mereka menjalani Pendas (Pendidikan Dasar Astacala). Selama setahun keberadaan mereka di A, aku belum pernah pulang ke Bandung dan bertemu mereka. Dan sekarang aku harus jadi pengiring dari perjalanan wajib mereka. Apa mereka menolak keberadaanku? Sebodo amat. Senior punya kuasa. Badan Diklat sudah memutuskan kalau mereka tak bisa ditemani anggota aktif lainnya yang tenaganya sedang dibutuhkan sekre. Hanya aku saja Jendral yang sedang punya waktu luang. Hehehe...
Aku spontan saja menjawab, tapi aku agak kaget juga, sebab ternyata yang berangkat adalah angkatan TB. Semua belum pernah ke Argopuro, termasuk aku.
Setelah ada kepastian jumlah personil dan waktu keberangkatan, aku mulai menghitung kekuatan pasukan. Tim inti hanya terdiri dari tiga orang angkatan TB. Cewek semuanya (wah) : Wied, Yeni, dan Elist. Ketiganya cakep-cakep, tapi mudah-mudahan otaknya juga cakep. Aku yang berasal dari angkatan PR, terpilih sebagai pendamping. Maka jumlah personil yang berangkat menjadi empat orang. Kenthung bilang, " Kebluk , Loe jadi raja minyak, ya? Yang tiga ini dayang-sayang atau selir?" Weeks. Anak TB lainnya (semua ada 12 orang) ke mana ya?
Lalu aku mendatangi mereka yang sedang berdiskusi di teras belakang dekat kebun Astacala. Lokasi ini memang ideal untuk rapat: asri, segar, angin sepoi-sepoi, dan terutama dekat dengan kantin. Kalau butuh jus alpukat atau batagor, tinggal pesan aja sama pelayan kantin yang sedang mondar-mandir ngambilin piring/gelas di gedung I ini.
Ternyata mereka sudah punya daftar panjang logistik yang akan dibeli (pake list standar Astacala atau bikin ndiri tuh?). Aku baca-baca sebentar sebelum mengajukan usul agar beberapa item ditambahkan ke dalam daftar. Termasuk tuna pedas kalengan dari Ayam Brand. Belanjanya besok. Aku nggak mau ikut belanja. Tau beres aja. Lagipula aku mau ke Geologi (dulu bernama Direktorat Geologi, sekarang Badan Geologi, Departemen ESDM, di Jl. Diponegoro), mengambil peta Klakah yang kemarin sudah dipesan.
Aku sempat membaca sorot mata keraguan di mata charlie's angel ini (atau three stooges?) Kuanggap wajar saja, sebab aku kenal mereka baru beberapa hari saja. Aku kan nggak ikut ke lapangan sewaktu mereka menjalani Pendas (Pendidikan Dasar Astacala). Selama setahun keberadaan mereka di A, aku belum pernah pulang ke Bandung dan bertemu mereka. Dan sekarang aku harus jadi pengiring dari perjalanan wajib mereka. Apa mereka menolak keberadaanku? Sebodo amat. Senior punya kuasa. Badan Diklat sudah memutuskan kalau mereka tak bisa ditemani anggota aktif lainnya yang tenaganya sedang dibutuhkan sekre. Hanya aku saja Jendral yang sedang punya waktu luang. Hehehe...
No comments:
Post a Comment